Apa Itu Tes STIFIn?
Di Indonesia, tes STIFIn merupakan salah satu contoh penilaian kecerdasan berbasis sidik jari. Tes ini mengklaim dapat mengkategorikan individu ke dalam lima “mesin kecerdasan” dan sembilan tipe kepribadian. Selain itu, tes ini diyakini mampu mengungkap gaya belajar alami, potensi karier, serta kompatibilitas hubungan seseorang. Dengan janji akurasi yang tinggi dan hasil yang diklaim berlaku seumur hidup, tidak mengherankan jika tes STIFIn menarik perhatian banyak orang tua yang ingin memahami potensi anak-anak mereka.
Benarkah Sidik Jari Dapat Mengukur Kecerdasan? Inilah Pendapat Sains
Sidik jari terbentuk sejak dalam kandungan, tetapi hubungan antara pola sidik jari dan kecerdasan tidak lebih signifikan daripada bintik atau bentuk kuku seseorang. Pola ini tidak mengkodekan kepribadian atau kemampuan kognitif. Namun, di Asia Selatan dan Asia Tenggara, tes kecerdasan berbasis dermatoglifika, seperti STIFIn, semakin populer dan sering didukung oleh influencer, pendidik, serta beberapa tokoh publik.
Meskipun begitu, penelitian ilmiah menyampaikan pandangan berbeda. Organisasi terkemuka di bidang kesehatan mental dan ilmu pengetahuan, seperti Indian Psychiatric Society (IPS), secara tegas mengecam Dermatoglyphics Multiple Intelligence Tests (DMIT) yang menjadi dasar dari tes-tes seperti STIFIn. Pada tahun 2019, IPS mengeluarkan pernyataan yang menyoroti kurangnya bukti ilmiah untuk mendukung tes tersebut dan menyarankan agar tes tersebut tidak digunakan untuk menilai kecerdasan. Berbagai penelitian ilmiah telah mencapai kesimpulan yang jelas bahwa: sidik jari tidak relevan dalam mengukur kecerdasan. Di Indonesia, Prof. Sarlito, seorang tokoh terkemuka dan kunci dalam psikologi Indonesia, telah menganalisis dan mengkritik keras pengetesan kecerdasan dengan menggunakan sidik jari.
Sekilas Sejarah: Pencarian Manusia Akan “Tanda-Tanda” Takdir
Kepercayaan bahwa ciri fisik seperti sidik jari atau bentuk wajah dapat mengungkap kecerdasan atau takdir bukanlah hal baru. Berikut adalah beberapa praktik prailmiah yang pernah diyakini masyarakat:
- Palmistri: Juga dikenal sebagai chiromancy, praktik ini menafsirkan garis-garis pada tangan untuk memahami aspek kepribadian dan meramalkan masa depan.
- Frenologi: Pada abad ke-19, orang percaya bahwa bentuk tengkorak mencerminkan sifat kepribadian dan potensi intelektual. Meskipun telah sepenuhnya terbantahkan, frenologi tetap populer selama beberapa dekade.
- Fisiognomi: Sejak zaman Yunani kuno, praktik ini mengklaim bahwa ciri wajah dapat mengungkap karakter dan temperamen seseorang.
Meskipun ide-ide ini mungkin terdengar usang atau bahkan lucu hari ini, praktik-praktik tersebut menunjukkan kecenderungan manusia sejak dahulu untuk mencari tanda-tanda fisik yang diyakini dapat mengungkap takdir.
Mengapa Orang Masih Percaya pada Tes STIFIn?
Mengapa tes seperti STIFIn masih begitu populer meskipun tanpa dukungan ilmiah? Alasannya tertanam dalam psikologi manusia, pengaruh sosial, dan bahkan kepentingan ekonomi. Berikut adalah beberapa alasannya:
- Ketakutan Akan Ketidakpastian
Menjadi orang tua penuh dengan ketidakpastian, terutama terkait masa depan anak-anak. Ketika sebuah tes mengklaim dapat memberikan jawaban tentang bakat alami dan potensi hidup seorang anak, tawaran seperti ini tentu sangat menggoda bagi orang tua, meskipun validitas ilmiahnya diragukan.
- Konsep Bisnis yang Menawarkan “Solusi Instan”
Tes seperti STIFIn sangat menguntungkan. Tes ini mudah dipasarkan, sederhana untuk dilakukan, dan tidak memerlukan pelatihan ilmiah yang mendalam. Daya tarik utamanya terletak pada tawaran solusi cepat dan pasti untuk pertanyaan kompleks tentang kecerdasan dan kepribadian.
- Identitas Profesional untuk Praktisi
Beberapa “pakar” membangun identitas profesional mereka melalui tes-tes ini, memposisikan diri mereka sebagai ahli yang memiliki pengetahuan khusus. Hal ini menimbulkan kesan bahwa mereka memiliki kredibilitas dan menarik minat klien yang membutuhkan wawasan “ilmiah.”
- Alasan yang Mudah Diterima untuk Kesulitan Akademik
Bagi beberapa institusi pendidikan dan profesional, tes seperti STIFIn menjadi cara untuk menghindari tanggung jawab. Ketika seorang anak mengalami kesulitan di sekolah, mengaitkan masalah tersebut dengan alasan “genetik” atau “biologis” seringkali lebih mudah diterima daripada menghadapi tantangan dalam sistem pendidikan atau kelemahan dalam metode pengajaran yang digunakan.
Kunci Sebenarnya Potensi Anak Anda? Bukan di Sidik Jarinya
Faktanya, kecerdasan dan perkembangan pribadi dibentuk oleh campuran pendidikan, pengalaman, motivasi, lingkungan, dan tentu saja genetika. Namun, sidik jari anak Anda tidak ada kaitannya dengan hal tersebut. Memercayai dermatoglifika sebagai kunci untuk memahami kecerdasan adalah sama kelirunya dengan mempercayai ramalan bintang untuk meramalkan kesuksesan karir.