Nutrisi seimbang dan memadai sangatlah penting bagi setiap anak, dan ketika anak mengalami gangguan perkembangan, seperti autisme atau hiperaktivitas, maka nutrisi seimbang menjadi semakin vital.
Intervensi diet bagi anak dengan Autisme dan ADHD bertujuan untuk:
- Menyediakan asupan nutrisi yang tepat (vitamin, protein, energi, mineral, lemak, serat);
- Mengidentifikasi alergi dan intoleransi makanan, dan meniadakan makanan pemicu alergi dari pola makan anak
Hingga saat ini, belum terdapat protokol klinis terstandar untuk intervensi pola makan bagi anak dengan gangguan perkembangan. Para praktisi harus merancang penanganan terbaik berdasarkan pengalaman klinis mereka dan sedikit literatur yang telah diterbitkan di bidang ini.
Sangat disayangkan, di klniik kami, kami telah melihat beberapa kasus di mana upaya dengan maksud untuk menyediakan nutrisi yang optimal bagi anak dan menghilangkan makanan yang menyebabkan reaksi alergi bukan hanya tidak efektif, namun juga merugikan anak. Lebih buruknya, pada beberapa kasus, pembatasan pola makan yang berbahaya ini terus berlanjut selama bertahun-tahun tanpa kesadaran akan efek negatif yang ditimbulkan. Kami ingin mempresentasikan sebuah kasus yang ilustratif:
Seorang anak laki-laki, berusia 3 tahun 3 bulan, diases di center kami. Ia menampilkan keterlambatan perkembangan bahasa yang berat, dan keterampilan bermain simbolik dan imitasi yang sudah tampil, namun terlambat berkembang. Yang sangat menonjol adalah tingkat aktivitasnya yang rendah. Ia tampak lesu, tidak tertarik untuk bermain, dan menghabiskan kebanyakan waktunya berbaring di lantai tanpa mengacuhkan upaya pemeriksa untuk berinteraksi. Selama konsultasi, orangtua melaporkan bahwa ia mengikuti pola diet yang sangat ketat, dan tidak mengkonsumsi sama sekali produk susu, gluten, dan sebagian besar sayur dan buah. Yang mengejutkan, pembatasan pola makan ini ternyata direkomendasikan oleh dokter spesialis anak sekitar setahun sebelumnya untuk mengurangi hiperaktivitas dan tantrum. Hiperaktivitas dan tantrum anak ini berkurang seiring pelaksanaan diet, dan orangtua berkesimpulan bahwa pelaksanaan diet bermanfaat bagi anak. Padahal, perubahan perilaku ini sesungguhnya disebabkan oleh kelelahan akibat kekurangan nutrisi. Sederhananya, anak ini terlalu lemah untuk bisa mengamuk dan berlari berkeliling.
Kami telah melihat banyak kasus yang serupa selama praktik kami. Di seluruh kasus ini, pembatasan pola makan mulai dilakukan tanpa prosedur pengetesan terhadap sensitivitas makanan secara tepat dan evaluasi efektivitas intervensi hanya bergantung pada kesan subjektif orangtua.
Tenaga ahli dengan latar pendidikan psikologi dapat segera melihat bahwa ketika anak hiperaktif memiliki asupan makanan dan nutrisi yang sangat kurang, ia menjadi lebih tidak aktif namun ini tidak membuat aktivitas anak menjadi lebih bermakna, perhatiannya lebih mudah diarahkan, atau perilakunya lebih sesuai secara sosial.
Ahli gizi yang berkualifikasi pasti mengetahui bahwa elimination diet (menghilangkan makanan dari pola makan) adalah langkah yang berguna untuk mendiagnosa sensitivitas makanan, namun hanya jika metode ini dikombinasikan dengan alat diagnostik dan strategi penanganan lainnya.
Intervensi pola makan bagi anak dengan Autisme dan ADHD hanya akan bermanfaat jika dilakukan olehl tenaga ahli yang berkualifikasi. Pembatasan pola makan yang dimuali tanpa pengetesan yang akurat dan evaluasi berkelanjutan, justru dapat memperburuk kondisi anak dengan menghalangi asupan nutrisi penting yang diperlukan untuk perkembangan otak anak.