Pediasure diprodukusi oleh perusahaan farmasi raksasa, Abbott, dan meski awalnya diformulasi untuk anak dengan gizi kurang dan gizi tidak seimbang, produk ini tampak makin ramai dipasarkan di Indonesia sebagai suplemen atau pengganti makanan yang “terbukti secara klinis membantu pertumbuhan anak” dan dapat “menyeimbangkan gizi makanan anak yang pemilih”.
Gagasan untuk mengganti makanan lengkap dengan minuman manis memang menarik bagi orangtua dari anak yang pemilih dalam hal makanan.
Namun demikian, risiko kesehatan jangka Panjang dan jangkan pendek dari suplemen nutrisi, seperti Pediasure, menjadi semakin jelas, sehingga mendesak American Academy of Pediatrics (AAP) untuk merekomendasikan bahwa suplemen pengganti makanan hanya untuk digunakan bagi anak dengan kekurangan gizi yang parah dan tidak dapat menerima nutrisi yang cukup dari pola makan mereka.
Risiko utamanya adalah bahwa penggunaan pengganti makanan dalam bentuk cairan pada masa kanak-kanak awal dapat merusak proses alami di mana anak secara bertahap mulai menerima berbagai variasi makanan.
Sangat umum bagi anak-anak, pada tahun kedua kehidupan mereka, untuk menjadi pemilih terhadap makanan yang mereka terima. Sebagian besar anak pada usia ini cenderung sangat selektif dan menolak beberapa makanan. Sebagian besar anak dapat mengatasi secara natural fase ini, yang secara teknis disebut food neophobia, melalui proses eksplorasi sensori dan familiarisasi secara bertahap yang dapat berlangsung hingga usia 5 atau 6 tahun.
Bagi beberapa anak, yang memiliki masalah makan sejak dini atau yang pertumbuhannya dipengaruhi secara negatif oleh food neophobia yang ekstrim, dibutuhkan intervensi klinis. Intervensi yang efektif akan mengaktivasi dan mendukung proses sensoris dan kognitif yang natural yang juga terjadi pada kebanyakan anak yang dapat mengatasi fase ini secara spontan.
Para ahli gizi telah menjelaskan bagaimana pengganti makanan dalam bentuk cairan mengganggu terjadinya proses sensoris tersebut. Secara khusus, karakteristik sensoris dari suplemen serta tingginya porsi kalori yang diperoleh dari gula menyebabkan anak kehilangan pengalaman sensoris yang dapat membantu mereka mengatasi perilaku memilih makanan dan secara bertahap memperluas pilihan makanan mereka.
Sebagai hasil, kebergantungan terhadap pengganti makanan dalam bentuk cair mengandung risiko untuk secara perlahan menuntun anak memiliki pilihan makanan yang terbatas dan akibatnya memiliki gizi yang lebih buruk.