Single-Blind Food Challenge Test untuk Pengujian Sensitivitas terhadap Makanan pada Anak dengan Autisme dan Hiperaktivitas

Single-Blind Food Challenge Test untuk pengujian sensitivitas terhadap makanan adalah praktik kedua terbaik dalam mendiagnosa intoleransi makanan setelah double-blind placebo-controlled food challenge model.

Manfaat

Single-Blind Food Challenge Test dapat membantu menentukan apakah sensitivitas terhadap makanan berkontribusi pada gangguan perilaku dan kognitif.

Model ini adalah panduan yang berguna dalam menyusun diet eliminasi bagi anak dengan gangguan neurologis dan perilaku (seperti Autism Spectrum Disorder, hiperaktivitas, defisit atensi, dan kondisi terkait lainnya).

Tanpa pengujian yang tepat, anak mungkin terus mengkonsumsi makanan yang mengganggu tanpa menyadari efek buruknya, atau sebaliknya, anak bisa saja tidak diberikan makanan yang sebenarnya aman untuk mereka makan.
Mengeliminasi makanan yang mengganggu dapat meningkatkan kesehatan dan perilaku anak.

Sementara itu, pembatasan makanan yang tidak perlu dapat menyebabkan ketidakseimbangan nutrisi yang dapat memperburuk gejala autisme dan hiperaktivitas.

Mengapa metode pengujian ini lebih akurat dibandingkan tes lain?

Penelitian ilmiah telah berulang kali membuktikan bahwa metode food challenge adalah satu-satunya tes yang reliabel untuk menguji sensitivitas terhadap makanan.

Selama pengujian, pihak yang mengevaluasi efek makanan terhadap perilaku tidak mengetahui apakah makanan telah diberikan atau tidak (secara teknis, asesor ‘buta/blind’). Blind assessor akan sangat mengurangi risiko bias konfirmasi, sebuah kesalahan kognitif yang umum terjadi ketika tidak ada metode pengujian formal yang diimplementasikan.

Metode pengujian lainnya, seperti tes IgG yang terkenal, bukan hanya tidak dapat mengidentifikasi makanan yang berbahaya tetapi juga menghasilkan jumlah false positive yang tinggi (mis. makanan yang aman salah diidentifikasi sebagai makanan penyebab alergi). Penggunaan tes yang tidak diakui ini dapat menyebabkan pembatasan makanan yang tidak perlu dan bahkan berbahaya.

Bagaimana cara kerjanya?

Pengujian ini mencakup 3 fase: Baseline, Food Challenge, dan Reversal. Makanan yang diduga menyebabkan perubahan perilaku hanya diberikan pada anak selama fase Food Challenge, sementara pada fase Baseline dan Reversal, makanan ini dihilangkan dari pola makan anak.

Selama setiap fase, data terkait satu atau lebih indeks perilaku akan dikumpulkan. Tergantung dari kondisi anak, indeks perilaku yang perlu diukur akan beragam. Untuk anak yang hiperaktif, indeks yang diukur mungkin berupa ‘durasi waktu off task/tidak mengerjakan tugas’ atau ‘durasi waktu berada di luar bangku’; bagi anak dengan Autisme, perilaku yang diukur dapat berupa ‘frekuensi kontak mata’ atau ‘tingkat keterlibatan dalam interaksi sosial’. Setiap indeks akan didefinisikan secara operasional dalam istilah yang terobservasi.

Bagaimana hasil diinterpretasikan?

Variasi dalam penyebaran data indeks perilaku yang diukur akan diplot dalam grafik dan Analisa visual akan dilakukan untuk mengevaluasi tingkat korelasi antara indeks yang diukur dengan makanan yang diduga menyebabkan perubahan perilaku. Skor yang lebih tinggi dalam indeks perilaku yang diukur dapat menunjukkan adanya sensitivitas terhadap makanan.

more insights